Oleh: Ustadz Triyoga AK, S.Ag
Saat ini kita berada di awal bulan Rajab 1446 H, satu di antara empat bulan yang disebut bulan haram. Disebut demikian karena di zaman Rasulullah dulu, ada semacam konsensus tentang larangan berperang di bulan Rajab. Yang melanggarnya berarti telah menerjang sesuatu yang telah diberi lebel haram.

Untuk di zaman sekarang, kontekstualisasi dari ‘lebel’ haram itu adalah larangan untuk berbuat kezaliman dan keonaran. Karena itu sebagai umat Rasulullah saw saat ini hendaknya fokus lahir dan batin serta berjuang sekuat tenaga untuk tidak menerjang yang sesuatu yang berstatus forboden menurut agama.
Bukan cuma itu, bulan Rajab ini bahkan disebut oleh Rasulullah sebagai Syahrullah (bulannya Allah). Artinya, di bulan ini Allah membuka peluang sebesar-besarnya bagi hamba untuk bersegera kembali kepada ampunan-Nya. Dalam surat Al-Imran Allah berfirman: “Wasaari’uu ilaa maghfiratim min rabbikum, wa jannatin ardhuhas samaawaatu wal ardhu” (Dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi).
Bersegera kepada ampunan Allah itu bermakna anjuran untuk bersegera bertobat atau membersihkan diri dari segala noda dan dosa. Karena itu para ulama juga memaknai bulan Rajab ini sebagai litadhhiril jasadi (bulan untuk membersihkan badan/jasad dari dosa).
Maka seyogyanya bulan ini adalah momentum yang tepat bagi kita untuk memohon ampunan kepada Allah swt atas dosa-dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh kita, seperti mata yang sering dipakai untuk melihat sesuatu yang haram, kaki yang ternyata masih suka melangkah ke tempat-tempat maksiat, lidah yang kerap berkata kotor, suka mencela, menggunjing, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Lalu amalan apa yang relevan dengan litadhhiril jasadi di bulan Rajab tersebut? Salah satu yang populer sebagaimana banyak tersurat pada hadits Nabi Saw adalah amalan puasa. Ya, berpuasa di bulan Rajab. Bisa dilakukan satu hari di awal bulan Rajab, dan bisa juga 3 (tiga) hari atau 7 (tujuh) hari di bulan Rajab itu.
Tehnis berpuasa berikut keutamannya di bulan Rajab itu, muaranya adalah suatu bentuk proses pembersihan diri (tazkiyatun nafs)
Selain berpuasa, para ulama menambahkan satu amalan lain yang tidak kalah pentingnya untuk diamalkan di bulan Rajab ini, yaitu berdzikir dengan melafadzkan kalimat istighfar.
Dalam konteks ini, Ibarat dokter yang meracik obat untuk pasien yang telah ditentukan dosisnya, ulama memberikan satu kalimat istighfar yang kadar dosisnya dinilai sinkron dengan kebutuhan umat secara umum saat ini. Kalimat istighfar yang dimaksud adalah: “Robbigh firlii warhamnii wa tub ‘alaiya” (Ya Allah Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku dan terimalah tobatku).
Panduan mengamalkan ‘obat’ istighfar tersebut adalah minimal dibaca 100 X dalam sehari. Atau boleh 70 X pagi setelah shalat subuh dan 70 X setelah shalat Maghrib. Amalkan itu selama sebulan penuh di bulan Rajab ini.
Reaksi yang akan terjadi setelah satu bulan atau bahkan sebelum sebulan adalah munculnya ketenangan hati. Ini terjadi karena badan kita telah bersih dari segala dosa yang berimbas kepada lapangnya hati (muthmainnah). Perlahan namun pasti kita telah berhasil melalui sebuah proses awal penyucian jiwa dengan dimensi amalan syariat. Ini telah mencakup tiga hal pokok yaitu tobat, taqwa dan Istiqomah.
Pada tahap berikutnya kita akan memasuki amalan thariqot yang oleh ulama disebut dengan litadhhiril qalbi (menyucikan qalbu/hati). Tahap ini akan kita jumpai di bulan berikutnya setelah Rajab yaitu bulan Sya’ban. Rasulullah menyebutnya dengan Syahrun Nabi (bulannya nabi).
Lalu tahap berikutnya adalah amalan hakekat yang akan kita jumpai di bulan suci Ramadan (bulan setelah bulan Sya’ban). Para ulama menyebutnya sebagai bulan Litadhhirir Ruh (menyucikan ruh).
Tentang bulan Sya’ban dan Ramadhan ini akan kita bahas pada edisi berikutnya. Yang jelas ada tiga bulan yang saling berkaitan dalam proses penyucian jiwa itu, yaitu Rajab, Sya’ban dan Ramadhan. Jika kita sukses menjalaninya maka kita layak menyandang dan masuk kepada idul Fitri (kembali suci). Yang berarti pula kita telah berhasil mencapai jiwa muthmainnah (jiwa yang lapang).
Ciri utama jiwa muthmainnah adalah ketenangan dan tidak ada kegelisahan. Dia adalah jiwa yang merindukan perjumpaan dengan Allah dengan suka cita, jiwa yang ridho dengan segala ketetapan Allah dan jiwa yang menerima apapun yang Allah berikan.
Di akhir tulisan dan khutbah ini, perlu kita simak firman Allah dalam surat Asy Syam: “Qod aflaka man zakkaahaa, wa Qod khooba man dassaahaa“. Artinya: “Sungguh beruntung orang membersihkan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
Wallahu a’lam bisah showab.
Ustadz Triyoga AK,S.Ag., adalah pimpinan Majlis Taklim Hubban Lil Iman, Cilangkap, Kota Depok, Jawa Barat. Majlis ini mengusung jargon: Mengisi Hati dengan Dzikir dan Thal dan misi: Amar ma’ruf Nahi Munkar (mengajak kebaikan dan menghindari kemungkaran). Aktivitas:
- Pengajian rutin setiap Rabu malam Kamis (dzikir sadzili dan kajian ilmu agama)
- Pemberian santunan kepada anak yatim dan kaum dhuafa
- Menggelar tabligh akbar di setiap momen hari besar Islam
- Pembiayaan pendidikan kepada anak kurang mampu dan anak yatim ke sekolah berbasis Islam seperti pesantren
- Rencana ke depan, memberangkatkan para guru ngaji dan marbot masjid ke tanah suci (haji dan umroh)
Informasi: (WA) 081219201911
