Pertumbuhan Ekonomi Jateng Stagnan, Pengamat Sebut Akibat Ganjar Terlalu Sering ke Luar Provinsi

SEMARANG, 9/11 (beritajateng.net) – Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah disebut cenderung stagnan. Akademisi menyebut hal tersebut salah satunya akibat seringnya Gubernur Jateng Ganjar Pranowo melakukan kunjungan ke luar daerah sehingga tidak fokus menata pemerintahan yang dipimpinnya.

Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) Dr Hardiwinoto, MSi berharap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memegang amanah memimpin provinsi ini sampai tuntas. Tuntas tersebut yakni secara waktu, hasil dan proses. Hardi menyampaikan kritikan tersebut terkait dengan seringnya Ganjar melakukan kunjungan ke luar daerah yang diduga karena urusan pencapresan.

“Kalau bahasa agama itu, memegang amanah harus sampai tuntas. Tuntas itu ya secara waktu, secara hasil dan secara proses. Kalau sering ditinggal pergi kan tidak memenuhi ketuntasan, secara proses kan kecepatan terganggu,” kata mantan Dekan FE Unimus tersebut, Rabu (9/11/2022).

Dia menambahkan, di dalam pemerintahan segala sesuatu harus diputuskan dengan segera. Selain itu, koordinasi juga harus terus berjalan. Hardi mengingatkan manajemen dalam Bahasa Jawa itu harus ketunggon (ditunggui-red). Kantor, lanjutnya, harus ditunggui pimpinan agar anak buah tak menjadi malas.

“Kalau malas berarti dalam managerial ke bawahnya akan jadi terganggu, atau bisa saja karena ditinggal pergi terus bisa jadi yang di bawah tidak memiliki motivasi bekerja. Atau keputusan-keputusan yang harus dibuat melalui rapat dan lain sebagainya karena sang pemimpin ini pergi juga akan mengganggu, mengganggu kecepatan pengambilan keputusan,” ungkapnya.

Hal itu, tandas Hardi, akan menjadi berbeda bila ketunggon. “Kalau ketunggon itu kan, mana hasil kamu, mana hasil kamu, bisa segera ditagih. Ini yang harus diperhatikan,” ujarnya.

Hardi mencontohkan tanaman itu bisa subur karena dipupuk. Apalagi, menurut Hardi, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah selama dipimpin oleh Ganjar Pranowo cenderung stagnan.

“Kalau saya melihat stagnan, apalagi kalau saya bongkar data PAD-nya. Jawa Tengah itu masih ketergantungan dengan pajak kendaraan bermotor yang kedua dari Bank Jateng,” jelasnya.

Hal itu berbeda dengan daerah lainnya semisal Jawa Timur atau Jawa Barat. “Karena setelah pandemi, penyumbang terbanyak PAD itu adalah sektor pariwisata. Destinasi wisata Jawa Tengah ini masih kurang,” pungkasnya.

Sebelumnya Hardi menyebut angka inflasi di Jawa Tengah per September 2022 tercatat lebih tinggi dibanding angka inflasi nasional. Inflasi di provinsi yang dipimpin Gubernur Ganjar Pranowo ini tercatat di angka 6,4 persen. Sementara angka inflasi nasional di angka 5,9 persen.

“Saya mengambil data dari Bank Indonesia dan BPS Jawa Tengah, saya termasuk kaget. Jateng itu inflasinya lebih tinggi dibandingkan nasional. Nasional itu 5,9 persen, sedangkan Jateng 6,4 persen. Hal itu menunjukkan inflasi Jateng lebih tinggi daripada nasional,” ujarnya.

Padahal, lanjut Hardi, jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi seharusnya apabila inflasi lebih tinggi maka pertumbuhan ekonomi juga lebih tinggi.

“Itu baru namanya klop. Namun ini tidak klop karena pertumbuhan ekonomi Jateng lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional berarti kan ada kesenjangan,” kata alumni FEB Undip ini. (*)

editor: ricky fitriyanto

Leave a Reply