Rabu hari ini, 21 Agustus 2024, Polri untuk pertama kalinya memperingati Hari Juang Polri. Ini berarti Polri mempunyai dua hari penting, yaitu 1 Juli sebagai Hari Bhayangkara dan 21 Agustus sebagai Hari Juang Polri.
Penetapan tanggal 21 Agustus sebagai Hari Juang Polri berdasarkan keluarnya Skep Kapolri Nomor 95/I/2024 yang ditanda tangani Kapolri Jenderal Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., pada 22 Januari 2024.
Berdasarkan buku Hari Juang Polri yang ditulis Komjen (Purn) Arif Wachjunadi (penerbit Risalah Pustaka, 2024), dipilihnya 21 Agustus sebagai Hari Juang Polri berdasarkan pada peristiwa Proklamasi Polisi Republik Indonesia yang dilakukan oleh Polisi Istimewa (sebelumnya bernama Tokubetsu Keisatsutai) di Surabaya di bawah pimpinan Inspektur Polisi Kelas 1 Moehammad Jasin, 21 Agustus, 79 tahun lampau. M. Jasin memimpin Proklamasi Polisi Istimewa sebagai Polisi Republik Indonesia.
“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agoestoes 1945, dengan ini menjatakan Polisi Istimewa sebagai Polisi Repoeblik Indonesia.”
Soerabaja, 21 Agoestoes 1945
Atas Nama Seloeroeh Warga Polisi
Moehammad Jasin – Inspektoer Polisi Kelas I
Ikrar yang dipimpin M. Jasin dalam Proklamasi Polisi ini merupakan masa di mana Republik Indonesia pertama kali secara de facto kemudian memiliki alat negara bernama polisi. Masa di mana kepolisian yang mapan telah lahir dengan peran dan tanggung jawab namun belum memiliki “akte kelahiran” secara de jure.
Lahirnya Hari Juang Polri tidak lepas dari keberadaan Jepang di Indonesia. Berkobarnya Perang Pasifik mendorong Jepang pertama kali masuk ke Indonesia. Di masa inilah, atas nama kepentingan pemerintahan Jepang, pemuda-pemuda Indonesia mendapat didikan secara profesional sebagai seorang polisi.
Inilah kali pertama pemuda pribumi dengan bekal pendidikan formal kepolisian menjadi pengawal kamtibmas di negerinya sendiri. Bahkan tidak hanya itu, dengan keahlian dan pelatihan militer yang diberikan oleh Jepang kala itu, polisi pribumi ini ikut mengangkat senjata dalam merebut kemerdekaan.
Hingga akhirnya mereka bak busur melesat berbalik menjadi ‘senjata makan tuan’ bagi Jepang yang kejam kala itu. Pemantik peristiwa ini adalah bom atom yang dijatuhkan tentara Sekutu di Kota Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Kota Nagasaki (9 Agustus 1945). Peristiwa ini merupakan titik mematikan bagi Jepang kala itu.
Moral dan psikologi perang Jepang luluh-lantak karenanya. Peristiwa ini telah menjadikan Jepang tunduk dan mengibarkan bendera putih tanda menyerah kepada Sekutu. Secara resmi Jepang menyerah tanpa syarat (unconditional surrender) pada 14 Agustus 1945.
Penyerahan diri Jepang yang kalah perang ini menciptakan gairah merdeka yang memicu semangat yang lebih hebat lagi dari para pejuang tanah air, termasuk di dalamnya Tokubetsu Keisatsutai. Bom Hiroshima dan Nagasaki menjadi momentum penting bagi Bangsa Indonesia yang mempercepat pernyataan merdeka dalam Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.
Kabar Proklamasi Kemerdekaan ini sangat dinantikan oleh Pasukan Tokubetsu Keisatsutai di Surabaya. Sebab itu, begitu mendengar dan memastikan bahwa Ir. Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Negara RI tanggal 17 Agustus 1945, sesegera mungkin, tepatnya 18 Agustus 1945, di bawah pimpinan M. Jasin, Tokubetsu Keisatsutai langsung berganti nama menjadi Polisi Istimewa.
Pergantian nama ini sebagai pernyataan diri bahwa polisi bentukan Jepang itu, tidak lagi bekerja untuk kepentingan Jepang melainkan berjuang bagi bangsa Indonesia.
Setelah Proklamasi Polisi Republik Indonesia pada 21 Agustus 1945, melanjutkan penyerbuan kantor pertahanan Jepang (Kempetai Surabaya) hingga gerilya dan pertempuran 10 November 1945 serta kisah-kisah perjuangan lainnya.
Penetapan tanggal 21 Agustus sebagai Hari Juang Polri tidak terlepas dari peran Komjen (Purn) Arif Wachjunadi, mantan Kapolda NTB, Kapolda Bali, Asrena Polri, Asops Polri dan pensiun bintang tiga di Sestama Lemhanas RI.
Selama 14 tahun perwira polisi kelahiran Bogor, 1960, ini melakukan penelitian dan memperjuangkan Hari Juang Polri. Hingga akhirnya tahun 2024 terbitlah buku Hari Juang Polri, yang masih ada rangkaiannya dengan dua buku sebelumnya yang ditulis Arif Wachjunadi berjudul Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Perjalanan Perjuangan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Agustus 2023), yang merupakan penyempurnaan dari buku sebelumnya Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Kepolisian Negara RI (terbit Juli 2016).
Arif Wachjunadi memulai karirnya sebagai polisi dimulai sejak tamat AKABRI Bagian Kepolisian tahun 1984, Batalyon Jagratara. Dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai seorang polisi, ia banyak mengamati dan menyikapi berbagai hal lain di luar kepolisian yang dapat mendukungnya dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Berbagai pendekatan sosial, budaya dan keilmuan pun kerap dilakukannya untuk mendekatkan institusi Kepolisian dengan masyarakat.
Ketika menjadi Kapolda NTB pada November 2009 – September 2012 dan Kapolda Bali 26 Desember 2012 – September 2013, ia menyapa dengan budaya. Ia turun menyapa masyarakat NTB dan Bali langsung pada identitasnya yaitu dengan pendekatan kebudayaan.
Memiliki hobi fotografi, ayah dari Sigap Prahardika dan Harnas Prihandito ini, telah melahirkan banyak karya foto yang dijadikannya sebagai cara berkomunikasi dalam mempromosikan keindahan berbagai tempat di Tanah Air.
Tidak itu saja, ketertarikannya pada dunia intelektual seperti pendokumentasian sejarah dan peristiwa lewat tulisan dan buku-buku, menjadikannya mewarisi banyak referensi yang dapat dipergunakan oleh masyarakat khususnya dunia pendidikan dan lebih khusus lagi bagi institusi kepolisian.
Beberapa karya baik yang ditulisnya sendiri maupun dokumentasi tentang kepolisian telah lahir dari perjalanan dan pengalamannya selama ini. Selain buku Hari Juang Polri dan Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Kepolisian Negara RI (2016), karya lainnya adalah buku Menyapa Dengan Budaya (2011), Soft Power Penegakan Hukum di Sanolo Bolo Bima (2012), Blue Table Management (2013), Awali dengan Senyum (2013) dan Model of Leader Character (2013) serta Misi Wallet Hitam Menguak Misteri Teroris Dr. Azhari (2017) serta Pearl Harbor Hiroshima Nagasaki Jejak Perjalanan Perjuangan Polri (2023).
Dua karya seni yangmerupakan masterpiecenya juga lahir dari ketajaman intuisi dan jiwa seni yang dimilikinya adalah lagu berjudul Awali dengan Senyum dan buku kumpulan foto yang mempertontonkan keindahan dan kemolekan Lombok Sumbawa (NTB) berjudul Another Paradise Unveiled (APU). Lewat mata kameranya Lombok Sumbawa menjadi istimewa. Dua karya ini lahir ketika menjadi Kapolda NTB.
Karya seni lainnya berupa lagu yang diciptakannya adalah Mars FPU Indonesia, Walet Hitam, Mars MBI Bandung, Mars MBI dan Selamat Pagi Indonesia. Saat ini aktif juga sebagai penggiat Penelusuran Nilai Perjuangan Polisi Istimewa dan penggiat Motor Besar Adventure Indonesia, Pelopor Disiplin Berlalulintas serta Pemerhati Sejarah Polri.(bud)