Ketua DPRD Jateng Apresiasi Regenerasi Pelaku Seni di Kabupaten Semarang

SEMARANG, 22/11 (beritajateng.net) – Ketua DPRD Jateng Bambang Kusriyanto mengapresiasi regenerasi pelaku kesenian tradisional di Kabupaten Semarang. Pasalnya, banyak anak muda yang mau nguri-uri, bahkan menjadi pelaku seni. Adanya regenerasi tersebut tampak pada berbagai pentas seni tradisional yang ditampilkan di Kabupaten Semarang.

Bambang mencontohkan kesenian kuda lumping atau reog di Kabupaten Semarang, sebagian besar pelakunya adalah anak-anak muda. Hal tersebut cukup membanggakan karena di tengah derasnya budaya asing yang masuk ke Indonesia, para pemuda tersebut masih mencintai kesenian tradisional.

“Ini yang membuat bangga. Anak-anak muda ini mau nguri-uri, bahkan mau menjadi pelaku seni kuda lumping,” kata pria yang akrab disapa Bambang Kribo tersebut saat diwawancara, Selasa (22/11/2022).

Dia menambahkan, kesenian kuda lumping tumbuh subur di Kabupaten Semarang. Kelompok seni kuda lumping atau reog ini ada di setiap desa, bahkan di setiap dusun. Dia menyebut sebagian besar kelompok seni di Kabupaten Semarang adalah pelaku seni kuda lumping. Ini terbukti dari pemberian hibah Pemkab Semarang untuk kelompok kesenian, 60 persennya diberikan ke kelompok seni kuda lumping.

Aksi salah satu kelompok kesenian kuda lumping di Kabupaten Semarang. (ardhi/beritajateng.net)

“Kesenian kuda lumping ini tumbuh subur di Kabupaten Semarang. Bahkan muncul dengan berbagai variasinya seperti seni gedruk, topeng ireng, dan reog. Maka saya tidak khawatir kesenian ini akan hilang,” tandasnya.

Seni yang lekat dengan unsur mistis saat pemainnya kesurupan tersebut juga sangat digemari masyarakat. Menurut Bambang, DPRD Jateng berinisiatif untuk melestarikan kesenian tradisional dengan tidak hanya nguri-uri, tapi juga nguripi. Hal tersebut salah satunya diwujudkan dengan gelaran dialog dan pentas media tradisional (metra) dan fasilitasi pentas.

Bambang berpendapat kuda lumping merupakan salah satu ikon kesenian tradisional. Di berbagai daerah, kesenian ini punya sebutannya masing-masing. Ada yang menyebut kuda lumping, jaran kepang, jaranan, maupun jathilan. Kuda lumping juga merupakan pentas yang punya unsur mistis. Tapi justru karena itu, aksi para pemain kuda lumping ini selalu ditunggu penonton.

Di beberapa daerah, pentas kuda lumping juga kerap dipadukan dengan seni kontemporer lain seperti dangdut atau campursari. Hal itu dilakukan untuk menarik minat penonton dan mengikuti perkembangan zaman.

“Perpaduan ini menambah suasana baru, meningkatkan animo masyarakat untuk melihat dan nguri-uri seni tradisional warisan nenek moyang kita,” tandasnya.

Seni kuda lumping kerap dipentaskan di berbagai acara seperti bersih desa, saparan, nyadran dan hajatan. Dia berharap kelompok seni tradisional eksis kembali dan mendapatkan job tampil setelah terpuruk selama pandemi Covid-19.

“Saat ini pandemi sudah mulai mereda, saya berharap pentas seni bisa digelar di banyak tempat. Berikan fasilitasi bagi para pelaku seni untuk tampil agar mereka mendapat manfaat secara ekonomi. Warga yang punya hajat juga hendaknya nanggap seni tradisional, bukan hanya dangdut atau organ tunggal,” paparnya.

Politisi PDI Perjuangan tersebut juga mengusulkan diterbitkannya aturan agar setiap destinasi wisata wajib mementaskan kesenian tradisional secara rutin.

“Mungkin pentasnya bisa sebulan sekali, seminggu sekali untuk mewadahi kelompok seni, sehingga pelaku seni bisa berekpresi, menghibur, dan mendapatkan income,” katanya. (adv)

editor: ricky fitriyanto

Leave a Reply