SEMARANG – Masih banyak orang tua yang karena alasan ekonomi tidak melanjutkan pendidikan anaknya yang menyandang anak berkebutuhan khusus (ABK) ke sekolah formal dan terapi secara berkelanjutan.
Demikian dikatakan Rahayu Wijayanti, Ketua Umum Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Kota Semarang, di sela-sela seminar parenting anak berkebutuhan khusus dengan tema “Pendampingan Anak Berkebutuhan Khusus” di YPAC Kota Semarang, Sabtu (21/10) siang.
Seminar yang dimoderatori dr. Lany Indriastuti, SpKFR.(K) ini menghadirkan narasumber Dr. dr. Fitri Hartanto Sp.A (K), dokter ahli tumbuh kembang anak, dr. Naelah Munawaroh, SpKFR AIFO-K., Divisi Pediatri KSM Rehabilitasi Medik RSUP dr Kariadi/Prodi IKFR Undip dan Benedicta Audrey Putri T, M.Psi, Psi., Psikolog.
“Masih banyak orang tua yang karena alasan ekonomi jadi bingung dan harus berbuat apa,” kata Rahayu Wijayanti dengan didampingi Astuti Rupi’i, Ketua Bidang Medis, dan Samsi, Ketua Panitia Penyelenggara Seminar.
Rahayu Wijayanti mengatakan, seminar yang diikuti orang tua ABK ini bertujuan untuk semakin memperkuat mental orang tua ABK sehingga berpikir mencari jalan keluar agar anak bisa mandiri.
“Melalui seminar ini kita kuatkan, kita edukasi, kita beri pengetahuan dan pembelajaran pada orang tua. Kita mencegah orang tua supaya tidak berkecil hati, memberi penguatan dan kelola anak-anak dengan baik. Orang tua harus punya kesadaran bahwa mereka tidak selalu mendampingi anaknya yang menyandang ABK,” katanya kepada media.
Melalui seminar ini diharapkan peserta bisa menularkan kepada orang tua yang cenderung ‘menyimpan’ ABK-nya. Memang tidak dapat dipungkiri masih ada orang tua yang belum siap mental mempunyai ABK.
“Perlu disosialisasikan untuk membawa ABK mengenal lingkungan dan ke dunia lebih luas. Tidak hanya di rumah sendiri. Perlu getok tular. Kita tidak mungkin datang satu satu ke masyarakat untuk melakukan sosialisasi, tenaga kita kurang dan sarana prasarana kita tidak bisa menjangkau,” ujarnya.
Sementara itu Astuti Rupi’i menambahkan, orang tua harus tetap bersemangat mendampingi anak-anak penyandang ABK.
“Karena ABK membutuhkan pendampingan, support, ketelatenan yang berbeda dibanding dengan anak normal. Bagaimana mereka bisa eksis, karena itu kita rangkul, kita bantu, jadi tidak hanya nrimo ing pandum,” ujarnya.
ABK perlu perhatian ekstra dibanding anak normal. Sebab, selain Pendidikan ABK juga mebutuhkan terapi medis.
Di YPAC Kota Semarang selain pendidikan juga mempunyai layanan terapi fisioterapi, okupasiterapi, terapi wicara dan terapi musik. Alat terapi di YPAC tergolong paling komplet dibanding tempat lain.
“YPAC Kota Semarang mempunyai pelayanan total care, yaitu rehablitasi fisik melalui terapi medis dan rehabilitasi pendidikan melalui SLB,” ujarnya.
ABK tetap butuh terapi rutin yaitu seminggu dua kali. Terapi ABK di YPAC tergolong murah di banding di tempat lain, yaitu Rp40.000/per jam. Idealnya per sekali datang melakukan dua terapi sekaligus.
Guna meringankan beban biaya YPAC Kota Semarang mempunyai “Program Bantuan Terapi.” Program ini diadakan satu tahun tiga kali, yaitu bulan April (momentum ulang tahun YPAC), Agustus (Hari Kemerdekaan RI) dan Desember (Hari Disabilitas) selama sebulan penuh diberi subsisi Rp30 ribu per terapi.
“Dulu bisa gratis, tapi sekarang tidak lagi karena donator mandek,” kata Samsi yang juga Koordinator Terapi YPAC Kota Semarang.
Saat ini siswa YPAC Kota Semarang sebanyak 160 siswa yang terbagi tuna daksa dan grahita dengan jenjang akademik SD hingga SMA. Siswa bukan saja dari Kota Semarang, namun juga Kabupaten Kudus, Pati dan Jepara. (bud)